Radio komunikasi salah satu alat komunikasi " Social Network Life "
Sisi Lain Jejaring Sosial (Social Networking)
Idra BSD
Di tahun 1960-an, komputer belum dikenal di negeri ini. Bahkan, radio masih dianggap barang mewah, terutama yang memakai ‘mata kucing’. Di kotaku, saat itu, televisi juga tidak ada.
Sebelum teknologi surat elektronik muncul, komunikasi biasanya dilakukan lewat surat. Agar terkirim, perlu dibubuhi perangko yang dibeli di kantor pos. Kalau menginginkan surat cepat sampai ke tangan penerima, surat harus dikirim secara ‘ekspres’ dengan bea perangko lebih mahal. Untuk mengabarkan berita keluarga, kematian, sakit bisa menggunakan telegram. Isi surat jenis ini sangat singkat, tetapi waktu kirimnya sangat cepat. Apabila alamat penerima jelas, telegram akan diterima pada hari yang sama.
Dulu, ‘jejaring sosial’ yang ada hanya pen friendatau sahabat pena. Orang saling berkirim surat antarkota, antarpulau, dan bahkan, antarnegara. Biasanya pen friend dikelola oleh media cetak. Mereka menyediakan satu rubrik khusus tentang sahabat pena. Pembaca bisa mendapatkan informasi tentang orang-orang yang ingin berkenalan.
Mengikuti jejaring sosial sahabat pena cukup mengasyikkan karena bisa memiliki banyak teman sekalipun tidak pernah berjumpa. Kita bisa tukar-menukar pengalaman, juga foto. Yang satu ini memang agak repot. Kalau tidak memiliki stok foto, kita harus berfoto dahulu, kemudian dicetak, baru bisa dikirim ke sahabat pena melalui pos.
Pen friend juga bisa berkembang menjadi ajang “cari jodoh”. Dimulai dari surat perkenalan, tukar menukar data pribadi dan foto, janji ketemuan ….dan lanjutlah ke hal-hal yang lebih intim. Pada saat inilah, kegiatan pen friend pasangan tersebut langsung berhenti total…
Satu pengalaman unik yang saya alami. Pen friend-ku orang Amerika, seorang cewek yang tinggal di Arizona. Namanya Erma Johnson tapi lupa aku alamat tepatnya. Tujuanku berteman hanyalah untuk latihan bahasa Inggris terutama bahasa tulisan. Dia baik sekali, sering sekali kirim buku-buku. Satu hal yang mencurigakan dia nggak pernah memberitahu data pribadinya, apalagi fotonya, meskipun aku minta.
Suatu ketika, dia cukup lama tidak pernah membalas surat-suratku. Nggak ada cara lain yang dapat aku lakukan, kecuali menunggu. Beberapa bulan kemudian aku menerima surat dari dia. Anehnya, suratnya bukan tulisan tangan dia, malah diketik rapi dan ada kesan sangat formil! Setelah aku buka, ternyata surat dari Pengacara Erma yang mengatakan dia telah meninggal sebulan yang lalu dalam usia 85 tahun. Alamak……, sampai segitunya, ya, hidup di Amrik itu!!!
Jejaring Sosial Era 80-an
Tahun demi tahun berlalu, sampailah pada tahun 80an. Oranng-orang sudah mulai banyak mengenal komunikasi lewat radio komunikasi. Pemerintah pun tanggap dalam hal ini dengan mengeluarkan peraturan yang mengatur tatacara berkomunikasi memakai pemancar radio secara benar. Organisasi juga ada, ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia). Hanya, aku lupa kapan berdirinya.
Pada perkembangannya, komunikasi lewat radio ini juga menjadi social networking atau jejaring sosial dan pertemanan. Para breaker, sebutan pecinta jejaring sosial ini, menggunakan media ini untuk berkelompok, berteman, bersosialisasi sesuai bidang kegemaran masing-masing.
Ada dua kelompok breaker. Pertama yang ‘legal’, kelompok yang mempunyai IAR (Izin Amatir Radio) dan bekerja pada frequensi pancar yang sudah ditentukan. Kedua breaker ‘ilegal’. Kelompok ini nggak punya izin pancar dan bekerjanya “liar”, sesuka hati menggunakan frekuensi yang mereka mau.
Perlengkapan untuk ikut jejaring ini tidaklah murah, apalagi kalau kita ingin berkomunikasi dengan teman yang berada di luar kota atau di luar negeri. Antena harus setinggi mungkin dan menggunakan tipe tertentu, bahkan harus memakai tower. Jenis radio komunikasi beragam mulai yang sederhana berupa HT (handy talky) sampai radio tipe RIG yang daya pancarnya luar biasa kuatnya.
Aku berkesempatan ‘terjun’ dalam jejaring ini di kota Surabaya. Mengasyikkan juga, tapi kelompokku selalu ber-‘QSO’, istilah kami, mengkhususkan diri untuk saling berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Seperti ketika ikutan pen friend, tujuanku tetap sama yaitu belajar bahasa Inggris, tapi yang sekarang belajar ngomong.
Lagi-lagi, jejaring sosial pasti punya sisi positif dan negatif. Sharing pengalaman, pengetahuan, study club dan kegiatan-kegiatan sosial adalah contoh sisi positifnya. Ada juga silahturahmi yang sering diadakan. Kami menyebutnya EYEBALL QSO, istilah populernya copy darat. Silaturahmi diisi dengan kegiatan kecil berupa arisan sampai dengan pesta besar dengan acara yang “wah” dengan mengundang artis-artis terkenal. Kelompokku, Kobema ( aku lupa singkatan dari apa), pernah mengadakan copy darat di Hotel ELMI Surabaya.
Adapun sisi negatifnya, komunikasi radio ini kerap dipergunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Misalnya untuk menjelek-jelekkan pemerintah seperti menghasut, provokasi, dan lain-lain. Affair keluarga berupa perselingkuhan sering pula terjadi. Dimulai dari perkenalan lewat udara, ngobro ramai-ramai kemudian “mojok” berdua saja, dan dilanjutkan dengan copy darat, dst, dst……..
Boleh dikatakan, pertemanan lewat udara ini seperti pertemanan di dunia maya. Kita tidak tahu pasti siapa lawan bicara kita. Cakepkah? Gantengkah? Orang kaya atau orang miskinkah? Banyak sekali orang salah terka. Hanya berdasarkan intonasi berbicara serta “modulasi” suara yang enak di dengar di radio, mereka membayangkan lawan bicaranya itu cantik dan terpelajar atau intelek. Hanya kekecewaanlah yang diperoleh setelah copy darat. Ternyata, lawan bicaranya tersebut hanya kualitas combro bukannya hamburger…….
Social Network Era Internet
Dunia berputar, jaman berganti dan perkembangan teknologi berjalan dengan cepat. Teknologi digital sudah mendunia. Barang siapa terlambat menyimak perkembangan, pasti akan gaptek.
Dulu, surat selalu berupa kertas, sekarang sudah berubah menjadi surat eletronik yang lazim disebut email. Istilah online sudah menjadi istilah yang dikenal banyak orang mulai dari anak-anak SD sampai pensiunan seperti aku. Pemanfaatan email bukan hanya dipakai untuk keperluan pekerjaan atau bisnis saja, tetapi kini sudah menjadi sarana jejaring sosial juga.
Silahturahmi, pertemanan, perkumpulan terasa lebih mudah dengan komunikasi lewat email. Mailing List atau biasa disebut milis menjamur sebagai ajang komunikasi kelompok-kelompok baik yang kecil maupun yang beranggotakan ribuan orang. Mereka berdiskusi sesuai karakteristik kelompoknya, sekedar ber haha hihi, tukar menukar joke atau guyonan sekedar melepas kejenuhan. Biasanya, komunikasi akan lebih meriah kalau dilampiri dengan cerita dan gambar-gambar porno….
Yang sedang booming saat ini Facebook, salah satu sarana teknologi informasi yang khusus untuk social networking. Saya yakin, ini akan terus berkembang, tidak hanya berhenti disini. Siapa yang saat ini belum tahu atau belum dengar tentang Facebook, berarti harus siap disebut gaptek dan ketinggalan jaman.
Selain Facebook, ada banyak jejaring sosial lain seperti Tweeter, Friendster, hi5, MySpace, Bebo, Zorpia, dan lainnya. Ada pula jejaring sosial yang mengkhususkan diri untuk para profesional dan eksekutif yang LinkedIn.
Facebook memiliki fitur canggih, yang memudahkan kita melakukan apapun bahkan seringkali terlalu berlebihan. Melalui Facebook, ada yang mencari pacar untuk kemudian dijadikan pasangan hidup. Facebook juga dimanfaatkan untuk bisnis. Banyak orang menawarkan dagangannya, lengkap dengan foto produk. Facebook juga menjadi sarana dakwah atau kegiatan lain yang bersifat kerohanian sesuai agama pengguna.
Hubungan pertemanan di Facebook cukup “terbuka” sehingga komunikasi antarteman bisa dibaca orang lain. Ini memungkinkan antarpenguna bisa saling menasihati atau menggurui, mengomentari perasaan teman, memuji bahkan menghujat. Jika tidak ingin diketahui orang lain, bisa menggunakan sarana yang lebih “tertutup”, yaitumessage. Fasilitas ini bersifat pribadi, between you and her/him, sehinga orang lain tidak bisa ikut membaca. Seorang teman menamakannya sebagai fasilitas perselingkuhan.
Networking ini ternyata merupakan ajang yang menarik juga untuk pamer!! Punya barang baru, mobil, gadget yang tercanggih atau aksesori, atau berada di restoran ngetop, foto-fotonya bisa langsung di pajang di wall. Jangankan pergi ke luar negeri, mudik ke rumah nenek pun dilaporkan di Facebook. Ini sesuatu yang wajar karena setiap manusia mempunyai kebanggaan dan self esteem.
Sangatlah susah dibayangkan oleh orang yang “kuper”, jika ada orang yang memiliki lebih dari 2000 teman di Facebook-nya!! Dan dalam profilnya ada lebih dari1 500 foto yang diunggah ke dalam akunnya. Luar biasa!! Pertanyaannya kemudian, apakah 2000 orang tadi benar-benar temannya? Hanya dia sendirilah yang bisa menjawab. Karena kata orang, “true friend is hard to find, harder to leave, and impossible to forget”!!
Salahkah perilaku demikian? Tergantung siapa yang menjawab. Jawaban seorang santri akan berbeda dengan seorang karyawan yang kelelahan setelah pulang kerja dan perlu hiburan. Dan pasti berbeda pula dengan jawaban seorang ibu rumah tangga yang iseng……begitu seterusnya. Tergantung tipe orang yang memakai Facebook.
Kita sama-sama tidak tahu yang apa ada di kepala perancang, pemilik atau pendiri jejaring ini. Yang sudah pasti, tujuannya meraup keuntungan yang melimpah. Sedangkan kita, seperti yang sudah-sudah, cuma jadi pemakai, konsumen, pengguna, sesuai pola konsumtif kita. Kita hanya bisa bereforia dan larut dalam kecanduan tanpa peduli dengan sisi-sisi lain jejaring sosial ini.
Dedicated to Haikal Pratama, my newly born grandson,
Singapore, December 11, 2010Source:kolomkita
Idra BSD
Di tahun 1960-an, komputer belum dikenal di negeri ini. Bahkan, radio masih dianggap barang mewah, terutama yang memakai ‘mata kucing’. Di kotaku, saat itu, televisi juga tidak ada.
Sebelum teknologi surat elektronik muncul, komunikasi biasanya dilakukan lewat surat. Agar terkirim, perlu dibubuhi perangko yang dibeli di kantor pos. Kalau menginginkan surat cepat sampai ke tangan penerima, surat harus dikirim secara ‘ekspres’ dengan bea perangko lebih mahal. Untuk mengabarkan berita keluarga, kematian, sakit bisa menggunakan telegram. Isi surat jenis ini sangat singkat, tetapi waktu kirimnya sangat cepat. Apabila alamat penerima jelas, telegram akan diterima pada hari yang sama.
Dulu, ‘jejaring sosial’ yang ada hanya pen friendatau sahabat pena. Orang saling berkirim surat antarkota, antarpulau, dan bahkan, antarnegara. Biasanya pen friend dikelola oleh media cetak. Mereka menyediakan satu rubrik khusus tentang sahabat pena. Pembaca bisa mendapatkan informasi tentang orang-orang yang ingin berkenalan.
Mengikuti jejaring sosial sahabat pena cukup mengasyikkan karena bisa memiliki banyak teman sekalipun tidak pernah berjumpa. Kita bisa tukar-menukar pengalaman, juga foto. Yang satu ini memang agak repot. Kalau tidak memiliki stok foto, kita harus berfoto dahulu, kemudian dicetak, baru bisa dikirim ke sahabat pena melalui pos.
Pen friend juga bisa berkembang menjadi ajang “cari jodoh”. Dimulai dari surat perkenalan, tukar menukar data pribadi dan foto, janji ketemuan ….dan lanjutlah ke hal-hal yang lebih intim. Pada saat inilah, kegiatan pen friend pasangan tersebut langsung berhenti total…
Satu pengalaman unik yang saya alami. Pen friend-ku orang Amerika, seorang cewek yang tinggal di Arizona. Namanya Erma Johnson tapi lupa aku alamat tepatnya. Tujuanku berteman hanyalah untuk latihan bahasa Inggris terutama bahasa tulisan. Dia baik sekali, sering sekali kirim buku-buku. Satu hal yang mencurigakan dia nggak pernah memberitahu data pribadinya, apalagi fotonya, meskipun aku minta.
Suatu ketika, dia cukup lama tidak pernah membalas surat-suratku. Nggak ada cara lain yang dapat aku lakukan, kecuali menunggu. Beberapa bulan kemudian aku menerima surat dari dia. Anehnya, suratnya bukan tulisan tangan dia, malah diketik rapi dan ada kesan sangat formil! Setelah aku buka, ternyata surat dari Pengacara Erma yang mengatakan dia telah meninggal sebulan yang lalu dalam usia 85 tahun. Alamak……, sampai segitunya, ya, hidup di Amrik itu!!!
Jejaring Sosial Era 80-an
Tahun demi tahun berlalu, sampailah pada tahun 80an. Oranng-orang sudah mulai banyak mengenal komunikasi lewat radio komunikasi. Pemerintah pun tanggap dalam hal ini dengan mengeluarkan peraturan yang mengatur tatacara berkomunikasi memakai pemancar radio secara benar. Organisasi juga ada, ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia). Hanya, aku lupa kapan berdirinya.
Pada perkembangannya, komunikasi lewat radio ini juga menjadi social networking atau jejaring sosial dan pertemanan. Para breaker, sebutan pecinta jejaring sosial ini, menggunakan media ini untuk berkelompok, berteman, bersosialisasi sesuai bidang kegemaran masing-masing.
Ada dua kelompok breaker. Pertama yang ‘legal’, kelompok yang mempunyai IAR (Izin Amatir Radio) dan bekerja pada frequensi pancar yang sudah ditentukan. Kedua breaker ‘ilegal’. Kelompok ini nggak punya izin pancar dan bekerjanya “liar”, sesuka hati menggunakan frekuensi yang mereka mau.
Perlengkapan untuk ikut jejaring ini tidaklah murah, apalagi kalau kita ingin berkomunikasi dengan teman yang berada di luar kota atau di luar negeri. Antena harus setinggi mungkin dan menggunakan tipe tertentu, bahkan harus memakai tower. Jenis radio komunikasi beragam mulai yang sederhana berupa HT (handy talky) sampai radio tipe RIG yang daya pancarnya luar biasa kuatnya.
Aku berkesempatan ‘terjun’ dalam jejaring ini di kota Surabaya. Mengasyikkan juga, tapi kelompokku selalu ber-‘QSO’, istilah kami, mengkhususkan diri untuk saling berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Seperti ketika ikutan pen friend, tujuanku tetap sama yaitu belajar bahasa Inggris, tapi yang sekarang belajar ngomong.
Lagi-lagi, jejaring sosial pasti punya sisi positif dan negatif. Sharing pengalaman, pengetahuan, study club dan kegiatan-kegiatan sosial adalah contoh sisi positifnya. Ada juga silahturahmi yang sering diadakan. Kami menyebutnya EYEBALL QSO, istilah populernya copy darat. Silaturahmi diisi dengan kegiatan kecil berupa arisan sampai dengan pesta besar dengan acara yang “wah” dengan mengundang artis-artis terkenal. Kelompokku, Kobema ( aku lupa singkatan dari apa), pernah mengadakan copy darat di Hotel ELMI Surabaya.
Adapun sisi negatifnya, komunikasi radio ini kerap dipergunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Misalnya untuk menjelek-jelekkan pemerintah seperti menghasut, provokasi, dan lain-lain. Affair keluarga berupa perselingkuhan sering pula terjadi. Dimulai dari perkenalan lewat udara, ngobro ramai-ramai kemudian “mojok” berdua saja, dan dilanjutkan dengan copy darat, dst, dst……..
Boleh dikatakan, pertemanan lewat udara ini seperti pertemanan di dunia maya. Kita tidak tahu pasti siapa lawan bicara kita. Cakepkah? Gantengkah? Orang kaya atau orang miskinkah? Banyak sekali orang salah terka. Hanya berdasarkan intonasi berbicara serta “modulasi” suara yang enak di dengar di radio, mereka membayangkan lawan bicaranya itu cantik dan terpelajar atau intelek. Hanya kekecewaanlah yang diperoleh setelah copy darat. Ternyata, lawan bicaranya tersebut hanya kualitas combro bukannya hamburger…….
Social Network Era Internet
Dunia berputar, jaman berganti dan perkembangan teknologi berjalan dengan cepat. Teknologi digital sudah mendunia. Barang siapa terlambat menyimak perkembangan, pasti akan gaptek.
Dulu, surat selalu berupa kertas, sekarang sudah berubah menjadi surat eletronik yang lazim disebut email. Istilah online sudah menjadi istilah yang dikenal banyak orang mulai dari anak-anak SD sampai pensiunan seperti aku. Pemanfaatan email bukan hanya dipakai untuk keperluan pekerjaan atau bisnis saja, tetapi kini sudah menjadi sarana jejaring sosial juga.
Silahturahmi, pertemanan, perkumpulan terasa lebih mudah dengan komunikasi lewat email. Mailing List atau biasa disebut milis menjamur sebagai ajang komunikasi kelompok-kelompok baik yang kecil maupun yang beranggotakan ribuan orang. Mereka berdiskusi sesuai karakteristik kelompoknya, sekedar ber haha hihi, tukar menukar joke atau guyonan sekedar melepas kejenuhan. Biasanya, komunikasi akan lebih meriah kalau dilampiri dengan cerita dan gambar-gambar porno….
Yang sedang booming saat ini Facebook, salah satu sarana teknologi informasi yang khusus untuk social networking. Saya yakin, ini akan terus berkembang, tidak hanya berhenti disini. Siapa yang saat ini belum tahu atau belum dengar tentang Facebook, berarti harus siap disebut gaptek dan ketinggalan jaman.
Selain Facebook, ada banyak jejaring sosial lain seperti Tweeter, Friendster, hi5, MySpace, Bebo, Zorpia, dan lainnya. Ada pula jejaring sosial yang mengkhususkan diri untuk para profesional dan eksekutif yang LinkedIn.
Facebook memiliki fitur canggih, yang memudahkan kita melakukan apapun bahkan seringkali terlalu berlebihan. Melalui Facebook, ada yang mencari pacar untuk kemudian dijadikan pasangan hidup. Facebook juga dimanfaatkan untuk bisnis. Banyak orang menawarkan dagangannya, lengkap dengan foto produk. Facebook juga menjadi sarana dakwah atau kegiatan lain yang bersifat kerohanian sesuai agama pengguna.
Hubungan pertemanan di Facebook cukup “terbuka” sehingga komunikasi antarteman bisa dibaca orang lain. Ini memungkinkan antarpenguna bisa saling menasihati atau menggurui, mengomentari perasaan teman, memuji bahkan menghujat. Jika tidak ingin diketahui orang lain, bisa menggunakan sarana yang lebih “tertutup”, yaitumessage. Fasilitas ini bersifat pribadi, between you and her/him, sehinga orang lain tidak bisa ikut membaca. Seorang teman menamakannya sebagai fasilitas perselingkuhan.
Networking ini ternyata merupakan ajang yang menarik juga untuk pamer!! Punya barang baru, mobil, gadget yang tercanggih atau aksesori, atau berada di restoran ngetop, foto-fotonya bisa langsung di pajang di wall. Jangankan pergi ke luar negeri, mudik ke rumah nenek pun dilaporkan di Facebook. Ini sesuatu yang wajar karena setiap manusia mempunyai kebanggaan dan self esteem.
Sangatlah susah dibayangkan oleh orang yang “kuper”, jika ada orang yang memiliki lebih dari 2000 teman di Facebook-nya!! Dan dalam profilnya ada lebih dari1 500 foto yang diunggah ke dalam akunnya. Luar biasa!! Pertanyaannya kemudian, apakah 2000 orang tadi benar-benar temannya? Hanya dia sendirilah yang bisa menjawab. Karena kata orang, “true friend is hard to find, harder to leave, and impossible to forget”!!
Salahkah perilaku demikian? Tergantung siapa yang menjawab. Jawaban seorang santri akan berbeda dengan seorang karyawan yang kelelahan setelah pulang kerja dan perlu hiburan. Dan pasti berbeda pula dengan jawaban seorang ibu rumah tangga yang iseng……begitu seterusnya. Tergantung tipe orang yang memakai Facebook.
Kita sama-sama tidak tahu yang apa ada di kepala perancang, pemilik atau pendiri jejaring ini. Yang sudah pasti, tujuannya meraup keuntungan yang melimpah. Sedangkan kita, seperti yang sudah-sudah, cuma jadi pemakai, konsumen, pengguna, sesuai pola konsumtif kita. Kita hanya bisa bereforia dan larut dalam kecanduan tanpa peduli dengan sisi-sisi lain jejaring sosial ini.
Dedicated to Haikal Pratama, my newly born grandson,
Singapore, December 11, 2010Source:kolomkita